Situs Semedo merupakan situs manusia purba yang relatif baru ditemukan.
Secara administratif situs ini terletak di Desa Semedo, kecamatan
Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Propensi Jawa Tengah.
Situs ini mulai dikenal sejak tahun 2005, ketika beberapa orang penduduk
Desa Semedo – Dakri, Duman, Sunardi, Anshori – menemukan fosil-fosil
binatang vertebrata di kawasan hutan Semedo, kemudian LSM Gerbang
Mataram mengekspos temuan fosil-fosil binatang vertebrata dari hutan
Semedo ke media cetak dan elektronik. Selanjutnya Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Tegal melaporkan temuan tersebut kepada Bupati
Tegal, dan meminta kepada Balai Arkeologi Yogyakarta untuk melakukan
penelitian. Mengingat temuan tersebut sangat penting dan dapat
memberikan gambaran mengenai evolusi fauna dan lingkungan purba pada
Kala Plestosen, khususnya di Kabupaten Tegal, maka Balai Arkeologi
Yogyakarta segera melakukan peninjauan ke lokasi penemuan guna melakukan
identifikasi temuan dan pengelolaan situs ke depannya.
Secara umum, hasil-hasil penelitian di Situs Semedo yang pernah
dilakukan oleh BPSMP SANGIRAN dan Balai Arkeologi Yogyakarta hingga
tahun 2013 antara lain :
a. Cakupan wilayah: distribusi lateral Situs Semedo mencakup wilayah
sekitar 2,5 kilometer persegi, yang apabila dilakukan penelitian yang
intensif lagi dapat mencakup wilayah yang lebih luas lagi.
b. Hasil pengamatan stratigrafi di daerah penelitian menunjukkan 2
komponen utama perlapisan batuan, yaitu lapisan tegalan yang secara
intensif merupakan lapisan tanah hasil pelapukkan batuan dan batuan
induk berupa lapisan pasir lateritik berwarna coklat kekuningan, keras,
kompak.
c. Paleontologi: jenis-jenis fauna yang telah teridentifikasi meliputi
Elephantidae (gajah purba), Bovidae (kerbau, sapi, banteng), Cervidae
(sejenis rusa), Rhinoceros sp (badak), Suidae (babi), Hippopotamus sp
(kuda nil), Canidae, Felidae, Hyaenidae, Chelonidae (penyu),
Crocodilidae (buaya), dan Lamnidae (ikan hiu), kemudian sisa avertebrata
meliputi phylum Ceolenterata, Echinodermata, dan moluska.
d. Arkeologi: telah ditemukan himpunan artefak litik di Situs Semedo
berupa alat batu massif dan non-massif. Alat batu massif terdiri dari
kapak penetak (chopping), kapak perimbas (chopper), kapak genggam (hand
axe), batu berfaset (polyhedral), batu inti (core), dan batu pukul
(percutor), sedangkan alat batu non-massif berupa alat serpih, serpih,
serut, gurdi, serpihan non-intensional (analis: Indah Asikin Nurani, dan
Sofwan Nurwidi). Bahan koral kersikan ini hanya ditemukan di Situs
Semedo dan menjadi ciri utama situs ini, karena disitus-situs paleolitik
yang lain belum pernah ditemukan bahan alat dari koral kersikan.
e. Paleoantropologi: telah ditemukan atap tengkorak Homo erectus dari
awal Plestosen Tengah yang diperkirakan berumur 700.000 ribu tahun yang
lalu, namun belum diketahui lokasi pengendapan aslinya.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dikatakan
bahwa Situs Semedo adalah situs Kala Plestosen baru yang mampu
menunjukkan potensi luar biasa bagi pemahaman evolusi lingkungan, fauna,
manusia purba pada Kala Plestosen di Jawa.
(Source : kemendikbud)
PERBUKITAN Semedo terhampar sekitar 2,5 kilometer di
baratdaya Desa Semedo. Di sanalah ragam fosil ditemukan. Situs itu
berada di area terbuka hutan pohon jati antara desa dan bukit setinggi
148 meter di atas permukaan laut.
Area hutan itu masuk wilayah
Perhutani Pemalang. Dalam perjalanan menuju ke lokasi itu, kita disuguhi
pemandangan tegal yang ditanami tebu serta hamparan perbukitan di sisi
selatan jalan. Jalan menuju ke sana masih diperbaiki.
Area perbukitan
di semeedo
memang tak tampak terikat dalam rentang sejarah evolusi manusia Jawa
yang panjang. Namun jika merunut ke situs Sangiran dan fisiografi Pulau
Jawa, Semedo merupakan bagian paling barat dari jajaran Pegunungan
Serayu Utara dan daerah batas dengan jajaran Bogor, Jawa Barat. Daerah
itu terdorong ke atas oleh gerakan geosinklinal Jawa bagian utara dan
setelah melewati Kala Plestosen Bawah sekitar 1,8 juta tahun lalu
tertutup endapan vulkanik.
Ada kemungkinan, bersama Cijulang, Prupuk,
Bumiayu, dan Ajibarang, kawasan Semedo merupakan batas Pulau Jawa bagian
timur pada akhir Kala Pliosen, ketika Jawa Tengah dan Jawa Barat masih
berada di bawah laut sekitar 2,4 juta tahun lalu.
Gambaran itu
menjelaskan, Semedo adalah ladang kehidupan bersejarah. Kini, Semedo
terbuka luas bagi para peneliti dalam dan luar negeri untuk mengkaji
lebih lanjut. Semedo siap menjadi laboratorium arkeologi dunia. Masih
banyak misteri tersimpan di perbukitan Semedo.
Semedo merupakan nama
desa sekaligus perbukitan yang menyatu dengan Pegunungan Serayu Utara di
Kecamatan Kedungbanteng, 30 kilometer sebelah timur kota Slawi atau 20
kilometer dari Suradadi, Kabupaten Tegal. Semedo semula hanya sebuah
desa biasa. Sebagian besar penduduknya petani. Mereka membuka lahan
perbukitan untuk bercocok tanam. Tahun 2005, Dakri (58), petani dan
pencari kayu bakar dari Semedo, menemukan batu menyerupai tulang seperti
kaki gajah. Dia menempatkan batu itu sebagai hiasan di teras rumah.
"Setelah itu makin banyak yang menemukan batuan berbentuk tulang di
Semedo," kata Dakri.
Penduduk yang menemukan fosil sejenis antara
lain Duman, Sunardi, dan Ansori. Dakri menuturkan saat menemukan
tulang-belulang mereka tak tahu itu fosil. Tulang-belulang itu berat dan
besar.
Makin hari kian banyak tulang ditemukan. Tulang yang diyakini
sebagai fosil binatang purba itu digeletakkan begitu saja di sekitar
rumah mereka. Mei 2011 ditemukan fosil manusia purba jenis <I>Homo
Erectus<P>. Dakri menemukan fosil itu di aliran Sungai Kawi,
Semedo. Fosil yang ditemukan berupa kepingan tengkorak, yang
diperkirakan sisa peninggalan Kala Pleistosen Tengah 700.000 tahun lalu.
Ditemukan pula fosil binatang purba seperti tulang gajah, babi, macan,
dan ikan hiu.
Fosil-fosil itu diperkirakan dari binatang purba,
seperti Mastodon sp, Stegodon sp, Elephas sp (gajah
purba), Rhinoceros sp (badak), Hippopotamus
sp (kuda nil), Cervidas (sejenis rusa), Suidae (sejenis babi), Bovidae
(sapi, kerbau, banteng), yang hidup antara 1,2 juta dan 0,4 juta tahun
lalu di Semedo.
Melengkapi temuan fosil, di lokasi tersebut juga
ditemukan kapak penetak (chopping tool), serpih
(flake), serut (scrapper),
tatal/limbah (ebris). Ada juga batu yang digunakan
sebagai alat, antara lain jenis batu rijang (chert),
batu gamping kersikan (silisifide limestone), dan batu
kalsedon.
Penemuan itu tentu menguatkan bahwa Semedo dulu tak hanya
ditinggali binatang purba, tetapi hidup juga manusia purba. Bukit itu
pun menjadi bukti nyata ada leluhur manusia pada zaman dahulu. Temuan
itu menjadi bahan penelitian untuk mengungkap kehidupan manusia purba
yang berperadaban tinggi dengan bukti alat berburu yang tergolong modern
pada zamannya.
RENCANA PEMBANGUNAN SITUS SEMEDO
Museum manusia purba Semedo di Desa Semedo,
Kacamatan Kedung Banteng, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah, akan
dibangun pada 2015. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Pemerintah
Kabupaten Tegal membangun museum itu di atas tanah seluas 1,5 hektar
dengan anggaran Rp 5 miliar.
Direktur Pelestarian Cagar Budaya
dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Harry
Widianto mengatakan, fosil yang ditemukan di Semedo mencapai ribuan dan
artefak sekitar 400 buah. Fosil dan artefak itu sudah saatnya dipajang
di museum yang layak sehingga dapat bercerita dan terpelihara.
Fosil dan artefak di Semedo ditemukan sejak
tahun 2005. Warga terus menemukan jejak manusia purba. Beberapa hari
lalu, warga menemukan rahang babi hutan. Untuk sementara, koleksi itu
ditampung di rumah Dakhri, salah seorang warga di Semedo.
Persebaran manusia purba
Dalam
buku Nafas Sangiran Nafas Situs Semedo (2011), Harry menuliskan, situs
dengan diameter mencapai 3,5 kilometer itu menggambarkan persebaran
manusia purba di wilayah barat Jawa Tengah. Semedo merupakan bagian
paling barat dari jajaran pegunungan Serayu Utara dan merupakan daerah
batas dengan jajaran Bogor di Jawa Barat.
Daerah itu terdorong ke
atas oleh gerakan geosinklinal Pulau Jawa bagian utara yang setelah
melewati Kala Plestosen Bawah sekitar 1,8 juta tahun lalu lantas
tertutup endapan vulkanik.
Sebelum ditemukan fosil di Semedo pada
2005, orang mengenal manusia purba Homo erectus hanya ada di wilayah
timur Jawa Tengah dan Jawa Timur, seperti Sangiran, Trinil, dan
Trowulan. Pada 2011, ditemukan tengkorak di daerah Semedo. Fauna yang
ditemukan pun menunjukkan usia sangat tua, melebihi yang ada di
Sangiran.
Yusuf Efendi, pamong budaya Kemdikbud di Kabupaten
Tegal, mengatakan, dunia harus berterima kasih kepada para penemu fosil
di Semedo, yakni Dakhri, Duman, Sunardi, dan Ansori. Mereka yang mulanya
menemukan fosil dan artefak pada 2005 saat mencari kayu bakar di bukit
Semedo. Dakhri pula yang menemukan tengkorak Homo erectus pada 2011.
(sumber gambar dari google)
Tanggapan saya
Tentunya saya sebagai warga tegal merasa bangga dengan adanya situs semedo ini, karena disaat para ilmuan dunia kebingungan mencari data untuk penelitian selanjutnya. Tegal dengan hadirnya Semedo ini menjadi tujuan penelitian ilmuan dari seluruh dunia. Saya berharap semoga pembangunan situs ini lancar dan dengan hadirnya Situs semdo ini semoga bisa bermanfaat untuk warga Tegal khususnya. dan Warga Negara Indonesia pada umumnya.
Search
Saturday, 29 November 2014
Situs Semedo, Penemuan Terbaru Dunia Purba
Populer Minggu Ini
-
1.COOL EDIT PRO Software Cooleditprov2.1 : merupakan Software yang beberapa hari ini aku cari-cari karena beberapa hari ini aku la...
-
Tegal adalah salah satu kota di jawa tengah yang berbatasan dengan pemalang disebelah timur, brebes disebelah barat, gunung slamet disebela...